Profil Hidayat Nur Wahid
Dr. Haji Muhammad Hidayat Nur Wahid, M.A. (lahir di Klaten, Jawa Tengah, 8 April 1960; umur 48 tahun) adalah Ketua MPR Indonesia untuk periode 2004-2009 dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera dari 21 Mei 2000 hingga 11 Oktober 2004.
Hidayat Nur Wahid menjadi Ketua MPR RI periode 2004-2009 setelah mengalahkan saingannya — Sucipto - dengan selisih dua angka yang diusung Koalisi Kebangsaan.
Dari pernikahannya dengan Almarhum Hj. Kastian Indriawati, Hidayat mempunyai empat anak: Inayatu Dzil Izzati, Ruzaina, Alla Khairi, dan Hubaib Shidiqi. Setelah istri pertamanya tersebut wafat, Hidayat Nur Wahid menikahi seorang janda dr. Diana Abbas Thalib pada tanggal 11 Mei 2008 di TMII.
Ia terpilih jadi Presiden Partai Keadilan (PK) dalam Munas I menggantikan Dr.Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, MSc yang memilih mundur untuk tetap sebagai PNS. Pemilihan itu berlangsung lancar dan dalam suasana yang sejuk. Tidak seperti pemilihan ketua beberapa partai yang berlangsung panas dan penuh intrik.
Sejak awal Munas nama Hidayat memang sudah masuk dalam daftar nominasi. Maka tidak mengherankan bila dalam sidang Majelis Syuro PK ia terpilih dengan mengantongi suara lebih dari 50% pemilih. Meski demikian, tak nampak eskpresi kemenangan yang terpancar di wajahnya begitu ia dinyatakan sebagai Presiden PK terpilih ketika itu.
Di kalangan PK sendiri, ia disegani. Ia, dalam “embrio” PK, adalah Ketua Dewan Pendiri. Waktu partai itu akan dideklarasikan, ia sebenarnya nyaris didaulat untuk menduduki kursi presiden partai. Namun, ia menolak. Karena dia merasa belum saatnya menduduki posisi itu. Namun, dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PK sebelumnya, ustad ini tak dapat menolak permintaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) sekaligus Ketua Dewan Syura – jabatan yang berada di atas jabatan presiden.
Ia mengaku tidak pernah bermimpi akan dipilih oleh rekan-rekan untuk menjadi Presiden PK. Karena itu, ia tidak mempunyai perasaan gembira (berlebihan) atas terpilihnya menjadi Presiden PK. Baginya, ini adalah amanat yang sangat berat. Dan amanat ini bukan hanya harus ia pertanggungjawabkan pada Munas PK (PKS), tetapi juga kepada masyarakat Indonesia serta di hadapan Allah swt.
Karena itu, kepada para aktivis dan simpatisan PK saat itu, ia berharap agar dibantu dan didoakan untuk dapat menjalankan amanat itu dengan baik, yang segera diaminkan para peserta Munas. Pada keesokan harinya, usai shalat shubuh di Masjid Al Qalam Kompleks Islamic Center “Iqro” Pondok Gede, seorang ustadz memimpin doa bersama agar Allah memberikan bimbingan dan pertolongan kepadanya untuk memimpin PK.
Suasananya ketika itu begitu haru. Sehingga matanya tampak berkaca-kaca, lalu terdengar isak tangisnya mengiringi lantunan doa yang mengalir khusyu’ itu. Usai berdoa seluruh jamaah merangkulnya bergantian, sebagai pertanda dukungan kepadanya. Kali ini suasana sudah berganti dengan kehangatan dan keakraban.