-->

Inilah Perkara Pemilu yang Masuk dalam Ranah Hukum Pidana

perkara pidana dalam pemilu
Dalam pelaksanaan pemilu tentunya tak luput dari permasalahan hukum, tidak puasnya salah satu calon dengan hasil pemilu yang dikarenakan dianggap terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu baik dalam kampanye ataupun dalam proses pemungutan suara maupun penghitungan suara. Apa saja perkara-perkara pemilu yang masuk dalam ranah pidana ? inilah penjelasannya.
Sebenarnya Perkara pemilu bisa masuk ranah pidana sepanjang tindakan yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pidana yang diatur dalam UU 42/2008. Penyelesaian pelanggaran pidana dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Sebagai contoh, ada anggota KPU yang melanggar kewajibannya untuk menindaklanjuti temuan Bawaslu, maka ia dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 205 UU 42/2008:

Setiap anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam melaksanakan verifikasi kebenaran dan kelengkapan administrasi Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
 
Misalnya, Panitia Pemungutan Suara (PPS) wajib memampang hasil pemungutan suara dari seluruh TPS yang ada di kelurahan atau desa yang menjadi wilayahnya. Untuk membuktikan apakah penyelenggara Pemilu tingkat kelurahan atau desa itu sudah melakukan kewajibannya, maka pengawas Pemilu tinggal melihat apakah hasil pemungutan suara seluruh TPS itu sudah dipajang di kantor Kelurahan atau belum. Jika PPS belum memampang hasil pemungutan suara  pengawas dapat menindaklanjuti temuan itu ke ranah pidana.
Beberapa contoh lain pelanggaran pemilu presiden yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut:
1.    Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk berkampanye.
2.    Mengikutsertakan PNS, TNI, Polri dan Kepala Desa dalam kampanye.

Sumber: hukumonline.com


Facebook Comments

0 komentar