-->

Inilah Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Black Campaign



Udah pada tau kan Black Campaign ? ya Black Campaign adalah kampanye hitam. Definisi istilah kampanye yang terdapat dalam salah satu UU di atas, yaitu Pasal 1 angka 22 UU Pilpres yang mengatakan bahwa kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut kampanye, adalah kegiatan untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon.  Jika ditinjau dari UU Pemilu Legislatif, apa yang dimaksud dengan kampanye juga serupa dengan apa yang diatur dalam UU Pilpres (lihat Pasal 1 angka 29 UU Pemilu Legislatif).
Kampanye pada dasarnya telah diatur dalam beberapa pengaturan mengenai pemilihan umum (“Pemilu”), yaitu:
1.      Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (“UU Pilpres”);
2.      Pemilu DPR, DPD, dan DPRD yang diatur dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU Pemilu Legislatif”); dan
3.      Pemilihan Kepala Daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU Pemda”) sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 12/2008”).


 Pada dasarnya kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab sebagaimana disebut dalam Pasal 77 UU Pemilu Legislatif. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kampanye pemilu berdasarkan Pasal 78 UU Pemilu Legislatif adalah:
1.        Kampanye Pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye.
2.        Kampanye Pemilu diikuti oleh peserta kampanye.
3.        Kampanye Pemilu didukung oleh petugas kampanye.

Lalu apa yang dimaksud dengan kampanye hitam itu? Kampanye Hitam (Black Campaign) adalah kampanye untuk menjatuhkan lawan politik melalui isu-isu yang tidak berdasar. Metode yang digunakan biasanya desas-desus dari mulut ke mulut dan sekarang ini telah memanfaatkan kecanggihan teknologi, multimedia dan media massa, demikian yang diartikan dalam laman glosarium.org.
Menjatuhkan lawan politik dengan isu-isu yang tidak berdasar tentu merupakan hal yang dilarang dalam pelaksanaan kampanye. Terkait dengan itu, dalam pelaksanaannya, hal-hal yang dilarang dalam pelaksanaan kampanye sebenarnya telah diatur dalam Pasal 86 ayat (1) UU Pemilu Legislatif:


a)      mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b)      melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c)      menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d)     menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e)      mengganggu ketertiban umum;
f)       mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g)      merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h)      menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i)        membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
j)        menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.


Dalam konteks pemilu presiden dan wakil presiden maupun pemilihan kepala daerah [lihat Pasal 41 ayat (1) UU Pilpres dan Pasal 78 UU Pemda] pengaturan mengenai kampanye pada dasarnya sama dengan pemilu legislatif.
Jika pelanggaran kampanye terjadi pada Pemilu Legislatif, sanksi bagi setiap pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menghina seseorang, calon dan/atau peserta pemilu serta menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, akan dijerat penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda maksimal Rp 24 juta. Ancaman sanksi ini diatur dalam Pasal 299 UU Pemilu Legislatif.
Sedangkan jika pelanggaran terjadi pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, ancaman sanksinya adalah penjara antara 6 (enam) bulan hingga 24 (dua puluh empat) bulan dan denda berkisar Rp 6 juta sampai Rp 24 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 214 UU Pilpres.

sumber: hukumonline.com
Facebook Comments